Pada awal 2013, isu mengenai Babakan Siliwangi memanas. Hal ini karena adanya isu alih fungsi lahan hutan kota Babakan Siliwangi (Baksil). Sebelumnya, penolakan alih fungsi lahan Baksil juga sempat ramai pada 2008. Selain masyarakat, penolakan itu datang dari seniman-seniman yang tergabung dalam Sanggar Olah Seni (SOS) Babakan Siliwangi. Memang, di Babakan Siliwangi tempat berkumpulnya seniman yang membuat sanggar di sini sejak 1982. Pada 1983, Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi (Menparpostel) Joop Ave menetapkan sanggar di Babakan Siliwangi sebagai kawasan wisata seni.
Baksil, masyarakat Bandung biasa menyebutnya untuk kawasan Babakan Siliwangi ini. Pada 7 September 2011, kawasan ini resmi ditetapkan sebagai Hutan Kota Dunia sebagai bagian dari penyelenggaraan Tunza International Children & Youth Confrence On the Environment 2011. Kawasan yang bersebelahan dengan Sasana Budaya Ganesha (Sabuha) - ITB ini merupakan hutan kota berbentuk. Dulu, daerah ini dikenal dengan nama hutan Lebak Gede.
Babakan Siliwangi adalah kawasan lindung ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bandung yang masih memiliki pohon seluas 3,8 hektar (setara dengan luas 7,5 X lapangan sepakbola). Luas Babakan Siliwangi sendiri sekitar 3,8 hektar. Ini bisa dibandingkan dengan luas Bandung yang lebih dari 16 ribu hektar. Jadi luas Babakan Siliwangi sekitar 0,02 persen dari luas Bandung.
Dari aspek lingkungan, Babakan Siliwangi berfungsi sebagai daerah luahan air (discharge). Dimana Babakan Siliwangai memiliki satu mata air (sebelumnya ada beberapa mata air). Satu mata air ini masih berfungsi yang letaknya di tebing di sebelah Timur Laut. Wilayah yang berada di Jalan Siliwangi, antara Jalan Dago dan Cihampelas ini menjadi habitat 24 jenis burung di Babakan Siliwangi. Beberapa burung yang berada di habitat ini adalah Madu Kuning/Sriganti, Cekakak Jawa, Cekakak Sungai dan Elang Alap Cina.
Adapun pohon yang tumbuh di sini ada sekitar 48 jenis pohon. Fungsi utama Babakan Siliwangi adalah paru-paru Kota Bandung dari polusi dioksida. Menurut perhitungan, kawasan ini mampu menyuplai oksigen untuk 15.600 jiwa.
Babakan Siliwangi (Baksil) dulu dikenal dengan nama hutan Lebak Gede. Dalam buku Album Bandung Tempo Dulu, tahun 1930-an di Lebak Gede tersebut terdapat hamparan sawah yang sangat luas. Pada 1940 hingga 1960-an, di sebelah barat Baksil (sekarang Sabuga) mulai dibangun rumah-rumah penduduk. . Tahun 1970-an, muncul kompleks seni dan budaya dan rumah makan di Baksil. Ttahun 1990-an, rumah penduduk di kawasan tersebut tidak ada lagi.
Hal ini karena saat itu digusur oleh ITB untuk pembangunan Sabuga dan Sarana Olah Raga Ganesha (Sorga). Merunut pada sejarah tarik menarik kepentingan antara Pemkot Bandung dan ITB. Namun pada 1970-an tercapai titik temu. Lalu pada 1990-an kawasan Baksil kemudian dibangun menjadi kawasan wisata alam dan terbuka untuk umum alias tidak eksklusif lagi untuk ITB
Hal ini karena saat itu digusur oleh ITB untuk pembangunan Sabuga dan Sarana Olah Raga Ganesha (Sorga). Merunut pada sejarah tarik menarik kepentingan antara Pemkot Bandung dan ITB. Namun pada 1970-an tercapai titik temu. Lalu pada 1990-an kawasan Baksil kemudian dibangun menjadi kawasan wisata alam dan terbuka untuk umum alias tidak eksklusif lagi untuk ITB
0 Response to "Babakan Siliwangi, Paru-paru Kota Bandung"
Posting Komentar