Berswafoto (selfie) di bekas jembatan rel kereta api tua di kawasan Ciwidey kini menjadi tren. Nuansa jadoel dan spot yang unik mungkin jadi daya tarik kegiatan berfoto para netizen di media sosial, terutama kaum muda. Namun di balik berfoto-foto tersebut, jembatan rel kereta api tersebut menyimpan kisah yang berhubungan dengan sejarah masa jayanya jalur perkeretapian di Bandung Raya.
Kisah mengapa jalur kereta api (KA) di wilayah Bandung, termasuk Ciwidey (Bandung Selatan), dimulai sekitar tahun 1884. Pemerintah kolonial Belanda untuk pertama kalinya mengaktifkan jalur kereta api di Bandung. Jalur kereta api dibuat di Bandung adalah perpanjangan jalur dari Batavia (Jakarta)-Buitenzorg (Bogor) yang sudah ada sejak 1869. Lalu akses kereta api di Jawa Barat pun kemudian bertambah dengan hadirnya jalur KA Buitenzorg-Sukabumi. Dan nama kereta api "Si Gombar" adalah yang paling fenomenal pada zamannya dan kisahnya tamat pada Juli 1972 karena kecelakaan hingga terjungkal di Ciwidey.
Dan hadirnya Stasiun Bandung yang diresmikan pada 17 Mei 1884 menjadi titik tolak berkembangnya sara transportasi rel tersebut. Pembukaan Stasiun Bandung bertepatan dengan hari jadi Staats Spoorwegen. Dan jejak peringatan tersebut hadir tugu Triangulasi Stasiun Bandung sebelah selatan.
Memang, kereta api pernah merajai sarana transportasi di Bandung Raya. Jejaknya bisa terlihat dari Padalarang, Kebon Kawung, Dayeuhkolot, Banjaran, Kiaracondong, Jatinangor, Rancaekek, Cicalengka, hingga Ciwidey. Jalur tersebut ada yang masih aktif dan ada yang tinggal nama dengan berganti jadi permukiman penduduk. Beberapa bangunan peninggalan seperti bekas stasiun, gudang, dan lainnya pun kini sebetulnya masih ada namun kondisinya sudah tidak terawat, seperti yang ada di daerah Banjaran atau Ciwidey, Kab. Bandung.
Jalur Pengangkutan Hasil Perkebunan
Pada era kolonial, jalur kereta api sangat memegang peranan penting dalam memperlancar angkutan hasil perkebunan hingga pengangkutan belerang di kawasan Bandung. Maklum saja seperti daerah Ciwidey dan Pangalengan dikenal salah satunya penghasil teh. Dan kawasan Jatinangor sebagai penghasil getah karet. Di Jatinangor jejaknya bisa terlihat dengan hadirnya Menara Loji sebagai bekas aktivitas perkebunan karet.
Selain itu, zaman dahulu halte-halte pun didirikan di beberapa titik, seperti halte Kiaracondong (1923), Halte Andir (1923), juga jalur kereta hingga ke pinggiran kota jalur seperti pada tahun 1921 dibangun jalur Bandung-Soreang (29 Km) dan jalur Rancaekek-Tanjungsari (12 Km). Selanjutnya pada tahun 1923 dibuat jalur Dayeuhkolot-Majalaya dan 1924 dibuat jalur Soreang - Ciwidey (12 Km) kemudian dibuat jalur Citeureup-Banjaran-Pangalengan.
Haryanto Kunto dalam buku Wajah Bandoeng Tempo Doeloe menuliskan bahwa pada 1918 pemerintah kolonial membangun jalur Bandung-Kopo. Lalu pada tahun 1921 disambung dengan pembangunan jalur kereta api ke Ciwidey. Jalur kereta api Bandung-Ciwidey tersebut mulai beroperasi tahun 1923.
Peninggalan Jembatan Kereta Api di Ciwidey
Kembali pada awal tulisan, dimana jembatan menjadi salah satu spot untuk berfoto. Jembatan peninggalan kejayaan jalur kereta api zaman kolonial tersebut bisa terlihat di kawasan Ciwidey. Beberapa jembatan bekas jalur kereta api yang ada di Ciwidey di antaranya: Jembatan Sadu (Desa Cibeureum), Jembatan Cisondari (Desa Cisondari), Jembatan Citawa, Jembatan Rancagoong, Jembatan Rancageulis (Kampung Garung), Jembatan Andir,Jembatan Kopeng, dan Jembatan Pasirtilil. Sementara stasiun yang ada di Ciwidey adalah Stasiun Cimuncang yang sudah tidak difungsikan.
Jalur kereta api dari Kota Bandung ke Ciwidey (Kab. Bandung) berangkat dari Stasiun Kiaracondong ke arah Dayeukolot - Baleendah - Pameungpeuk - dan Banjaran. Sementara pada halte Dayeuhkolot pun dibangun jalur cabang sejauh 17,5 Km menuju Majalaya. Perjalana kereta, dari Banjaran melewati perkebunan menuju Ciwidey. Dan di daerah Dayeuhkolot sendiri bisa dilihat sisa peninggalannya yakni jembatan KA yang melintas Citarum (dekat Cieunteung/arah timur Pasar Dayeuhkolot/sebelah barat Pasar Baleendah).
Sejarah Jembatan Cincin Jatinangor
Lalu di kawasan timur, yang masih aktif adalah jalur KA Cileunyi (Cimekar) - Rancaekek - Cicalengka - Cibatu (Garut). Sementara jalur lainnya di kawasan Jatinangor hanya menyisakan jalur mati yang melintasi kawasan yang kini jadi permukiman penduduk dan tempat-tempat usaha.
Sisa peninggalannya terlihat dengan adanya Jembatan Cingcin yang berlokasi di Cikuda persis di arah timur kawasan Kampus Unpad, Jatinangor. Kini di dekat jembatan bersejarah dan punya mitos angker tersebut berdiri bangunan apartemen mewah. Tempat ini pun kadang biasa jadi spot berfoto-foto terutama para mahasiswa. Sementara di timur Jembatan Cincin tampak latar Gunung Geulis.
Jembatan ini dibangun oleh Staat Spoorwagen Verenidge Spoorwegbedrijf (perusahaan kereta api milik Belanda) pada tahun 1918. Pada masanya, jembatan ini berfungsi sebagai salah satu jalur kereta api yang menghubungkan daerah Rancaekek, Jatinangor, dan Tanjungsari.
0 Response to "Di Balik Kisah Jembatan Jalur Kereta Api di Kawasan Kab. Bandung"
Posting Komentar