Jika berkaca pada sejarah, kelahiran konsep clothing atau toko distro di Kota Bandung tak lepas dari peran komunitas dan idealisme pembuatnya. Karakter kaos-kaos yang lahir melalui jalur distro di Kota Bandung ini selain berbasis komunitas, juga barang-barangnya yang terbatas. Satu desain kaos misalnya hanya dibuat satu kodi (20 pcs). Sementara desain setiap distro mempunyai ciri khas tersendiri berdasarkan asal komunitas, baik itu komunitas musik/band, skater, atau juga komunitas penghobi.
Distro: Antara Bisnis dan Idealisme
Sisi idealisme dengan konsep produk limited edition tersebut sampai sekarang masih bisa dilihat di beberapa distro di Kota Bandung. Istilahnya, kaos atau produk merchandise yang dibuat merupakan hasil kreativitas benar-benar memakai manah (hati). Jadi jangan heran kalau di Bandung, sisi ekslusivitas pengguna kaos ini masih menjadi budaya sendiri.
Saat kaos berubah jadi industri (desain sama dibuat dengan ratusan item, misalnya), itu rasanya bukan ciri distro ala (urang) Bandung. Untunglah para pegiat distro berbasis idealis di Bandung masih eksis dan secara komunal tetap bersatu. Inilah yang kemudian menjadi permasalahan tersendiri di Bandung.
Ketika pelaku industri kaos yang berorientasi profit murni ikut "nimbrung" membawa nama besar distro Bandung. Mereka bahkan jor-joran membuat kaos dengan membawa ketenaran Bandung sebagai pusat distro. Parahnya, sampai harga pun dibanting semurah mungkin karena produksinya super banyak. Maka, pelan-pelan irama distro Bandung yang berbasis idealisme tersebut pun jadi terganggu.
Beda dengan awal kemunculan clothing khas Bandung dimana para pelaku usaha distro saling menghargai dengan tidak membajak desain ataupun membunuh dengan perang harga. Semua pelaku usaha distro sauyunan demi menghadirkan produk berbasis manah (hati) tadi sesuai karakter produk masing-masing.
Begitu pula bagi konsumen, faktor loyalitas dan keterkaitan hati dengan produk distro menjadi hal yang tak bisa dianggap remeh. Seorang pengguna kaos akan merasa risih jika di tempat umum ada yang memakai kaos dengan desain dan warna kaos yang sama persis. Apalagi jika kaos tersebut dibikin ratusan item dengan desain yang sama. Untuk itulah, sisi desain produk yang dijual terbatas memang menjadi ciri tersendiri di kota ini.
Walaupun desain tersebut banyak permintaan, demi idealisme permintaan tersebut tak akan dipenuhi. Istilahnya, lebih baik menciptakan karya desain kaos lain daripada menurut pada musim. Lebih dari itu, secara bersama-sama, para pelaku usaha distro tersebut membentuk jaringan dari tukang desain, sentra sablon, jaringan reseller, dan komunitas/band indie. "Ruh" distro ala Bandung ini salah satunya bisa dilihat di Ujungberung, Bandung Timur.
Sisi idealisme dengan konsep produk limited edition tersebut sampai sekarang masih bisa dilihat di beberapa distro di Kota Bandung. Istilahnya, kaos atau produk merchandise yang dibuat merupakan hasil kreativitas benar-benar memakai manah (hati). Jadi jangan heran kalau di Bandung, sisi ekslusivitas pengguna kaos ini masih menjadi budaya sendiri.
Saat kaos berubah jadi industri (desain sama dibuat dengan ratusan item, misalnya), itu rasanya bukan ciri distro ala (urang) Bandung. Untunglah para pegiat distro berbasis idealis di Bandung masih eksis dan secara komunal tetap bersatu. Inilah yang kemudian menjadi permasalahan tersendiri di Bandung.
Ketika pelaku industri kaos yang berorientasi profit murni ikut "nimbrung" membawa nama besar distro Bandung. Mereka bahkan jor-joran membuat kaos dengan membawa ketenaran Bandung sebagai pusat distro. Parahnya, sampai harga pun dibanting semurah mungkin karena produksinya super banyak. Maka, pelan-pelan irama distro Bandung yang berbasis idealisme tersebut pun jadi terganggu.
Beda dengan awal kemunculan clothing khas Bandung dimana para pelaku usaha distro saling menghargai dengan tidak membajak desain ataupun membunuh dengan perang harga. Semua pelaku usaha distro sauyunan demi menghadirkan produk berbasis manah (hati) tadi sesuai karakter produk masing-masing.
Begitu pula bagi konsumen, faktor loyalitas dan keterkaitan hati dengan produk distro menjadi hal yang tak bisa dianggap remeh. Seorang pengguna kaos akan merasa risih jika di tempat umum ada yang memakai kaos dengan desain dan warna kaos yang sama persis. Apalagi jika kaos tersebut dibikin ratusan item dengan desain yang sama. Untuk itulah, sisi desain produk yang dijual terbatas memang menjadi ciri tersendiri di kota ini.
Walaupun desain tersebut banyak permintaan, demi idealisme permintaan tersebut tak akan dipenuhi. Istilahnya, lebih baik menciptakan karya desain kaos lain daripada menurut pada musim. Lebih dari itu, secara bersama-sama, para pelaku usaha distro tersebut membentuk jaringan dari tukang desain, sentra sablon, jaringan reseller, dan komunitas/band indie. "Ruh" distro ala Bandung ini salah satunya bisa dilihat di Ujungberung, Bandung Timur.
Jln. Trunojoyo: Tempat Clothing Asli Bandung
Salah satu sentra distro yang masih menerapkan pola tersebut ada di Jalan Trunojoyo. Sebuah kawasan di Bandung Utara ini, sampai sekarang masih menjadi tempat kumpulnya para pelaku usaha clothing yang Bandung pisan. Mereka lah yang kebanyakan jadi pelopor distro di Bandung. Mereka pula yang pernah mengalami jatuh-bangun usaha distro yang sarat idealisme tersebut. Dari mulai trennya distro di Bandung hingga kelesuan komunitas kaos distro yang berhadapan dengan pelaku usaha distro lain dengan sistem produk massal, alias jauh dari konsep awal yang terbatas.
Salah satu sentra distro yang masih menerapkan pola tersebut ada di Jalan Trunojoyo. Sebuah kawasan di Bandung Utara ini, sampai sekarang masih menjadi tempat kumpulnya para pelaku usaha clothing yang Bandung pisan. Mereka lah yang kebanyakan jadi pelopor distro di Bandung. Mereka pula yang pernah mengalami jatuh-bangun usaha distro yang sarat idealisme tersebut. Dari mulai trennya distro di Bandung hingga kelesuan komunitas kaos distro yang berhadapan dengan pelaku usaha distro lain dengan sistem produk massal, alias jauh dari konsep awal yang terbatas.
Salah satu tradisi di kawasan Jalan Trunojoyo ini adalah dengan adanya bazaar kaos distro. Biasanya, pada setiap akhir Ramadhan. Para pelaku usaha distro, yang kebanyakan sudah saling kenal, bersama-sama membuka gerai dadakan di kawasan ini. Ada yang memang berdagang di distro masing-masing, membuka lapak, hingga yang berjualan menggunakan mobil. Pada momen menjelang Lebaran tersebut, kaos dengan aneka tema biasa dijual di pinggir jalan. Dari kaos komunitas, kaos band, hingga kaos heureuy (humor) Bandung.
Di kawasan ini ada distro dengan brand 347 Distro, Wadezig!, Cosmis Distro, Oglea, Flo, Black Jack, dsb. Anda penasaran dengan kaos idealis versi Jalan Trunojoyo ini? Cobalah sekali-kali datang ke tempat ini. Untuk peta lokasi Jalan Trunojoyo, lihat di sini. Selain sentra fashion, di tempat ini juga banyak destinasi wisata kuliner.
0 Response to "Jalan Trunojoyo, Cikal Bakal Distro Bandung"
Posting Komentar