Tulisan ini dilatarbelakangi dengan banyaknya masukan kepada tim wisatabdg.com tentang kondisi permalsahan wisata di Bandung. Hal ini berdasar kontak para wisatawan/pembaca/pengunjung wisatabdg.com baik melalui kontak SMS/WhatsApp ke nomor kami di 0857-2270-0945 atau melalui surel kontakbaraya[at]gmail.com. Juga dengan melihat kenyataan di lapangan serta hasil wawancara untuk meminta pendapat dari beberapa wisatawan di beberapa lokasi wisata di seputaran Bandung.
Ini tiada lain sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi pihak pemerintah, pelaku usaha wisata, juga bagi wisatawan yang itu sendiri yang berkunjung ke Bandung. Dan permasalahan yang ada memang banyak, namun kami tidak menampilkan semua karena keterbatasan ruang tulisan.
Berikut ini beberapa permasalahan yang berhasil kami kumpulkan, baik dari pertanyaan yang masuk; hasil survei di lapangan; juga berdasar data dari sumber lainnya (berita koran/situs).
1. Kemacetan
Inilah yang menjadi permasalahan utama para wisatawan yang sedang melancong di Bandung. Apalagi saat musim liburan atau saat akhir pekan. Wisatawan mengeluhkan banyak waktu, tenaga, dan biaya terbuang akibat kemacetan yang mendera di beberapa ruas jalan di Bandung. Walaupun hal ini tak dapat dipungkiri "biangnya" dari para wisatawan itu sendiri yang membawa kendaraan pribadi.
Maka, kemacetan terutama di jalur Kota Bandung dan Kab. Bandung Barat yakni jalur Bandung Utara (Pasteur, Jln. Setia Budhi/Ledeng, hingga Lembang) dan pusat kota kerap terjadi terutama saat akhir pekan dan liburan. Lokasi lainnya yakni akses ke jalur wisata Ciwidey. Selain kemacetan, akses jalan ke Ciwidey pun dianggap sangat tidak nyaman oleh para wisatawan. Jalur ke Ciwidey selain menanjak juga terbilang sempit. Sebagian wisatawan pun kini tak sedikit yang mencari alternatif dengan menyewa mobil rental (konvensional maupun online) juga yang sedang ngetren yakni ojek wisata. Pilihan kendaraan roda dua dianggap lebih memberi solusi untuk sampai ke tempat wisata.
2. Kurangnya Informasi Jalur dan Lokasi Wisata
Jalur jalan di Bandung bagi sebagian wisatawan dianggap memusingkan. Hal ini karena jalan-jalan di Bandung pendek-pendek dan rutenya muter-muter. Ditambah kurangnya informasi jalur dan tempat wisata dengan kurang maksimlanya plang atau penanda di jalan-jalan utama bikin bingung para pelancong. Ini bisa dibandingkan dengan Yogyakarta yang lebih ramah untuk urusan penanda dan jalur tempat-tempat wisata. Maka, menggunakan GPS di smartphone pun menjadi solusi para wisatawan saat berkeliling di Bandung.
Uniknya lagi, nama bagi sebagian besar wisatawan nama BANDUNG identik dengan Kota Bandung. Maka, kadang para wisatawan yang menanyakan kepada kami tentang tempat wisata yang sebetulnya bukan bagian dari wilayah Kota Bandung. Misalnya, Curug Pelangi yang ada di Kab. Bandung Barat dianggap berada di Kota Bandung. Inilah yang harus diketahui para wisatawan bahwa Bandung itu terdiri dari wilayah: Kota Bandung (Wali Kota Ridwan Kamil), Kab. Bandung (Bupati Dadang Naser), dan Kab. Bandung Barat (Bupati Abubakar). Jadi masing-masing tempat wisata dan akses jalan pun tidak semua ada di wilayah pemerintahan Ridwan Kamil (Kota Bandung).
3. Banjir
Inilah yang menjadi penyebab para wisatawan kadang waswas untuk melancong ke Bandung. Seperti berita banjir dadakan yang terjadi di kawasan Pasteur dan Pagarsih baru-baru ini. Banyak wisatawan yang mengontak kami menanyakan aman-tidaknya untuk pergi ke Bandung pascabanjir tersebut. Padahal itu banjir sesaat yang beberapa jam saja sudah surut. Ya, efek berita dan penyebaran foto dan info secara viral memang bikin merinding dan dianggapnya banjir di kedua tempat tersebut masih berlangsung.
Ridwan Kamil sendiri memastikan bahwa di kedua kawasan tersebut langsung dibenahi agar tidak banjir lagi. Yang perlu diketahui, banjir di kedua kawasan tersebut memang kerap terjadi di era pemerintahan sebelum Ridwan Kamil pun. Dan kebetulan saat era Ridwan Kamil memang termasuk banjir sesaat yang dahsyat dan masyarakat berharap sang Wali Kota langsung memberi solusi. Maklum, gebrakan menata Bandung memang sanga terlihat di era Ridwan Kamil.
Namun, beda halnya dengan banjir yang terjadi di Kabupaten Bandung, seperti di kawasan Dayeuhkolot, Banjaran, atau Bojongsoang. Menurut pengamatan kami, rasanya belum ada solusi konkret untuk mengatasi banjir di kawasan ini. Banjir berulang dan terus berulang saat di musim penghujan.
4. Kuliner Halal
Ini kadang yang tak sedikit wisatawan yang menanyakan: "Makanan di rumah makan/cafe X halal nggak?" ini yang kadang bikin kami bingung. Karena kebanyakan tempat usaha kuliner di Bandung adalah kuliner umum yang Insya Allah sebagian besar adalah halal, namun belum tersertifikasi halal dari MUI. Ada baiknya para wisatawan menanyakan kepada pihak pengelola, baik secara langsung di lokasi atau via kontak telepon/komen di akun medsos.
5. Kurangnya Sentra Informasi
Inilah peran pungsi pihak pemerintahan daerah yang kurang memaksimalkan dinas yang mengurus wisata. Kadang kami pun jadi corong untuk tempat bertanya para wisatawan yang berkunjung ke Bandung. Mereka kerap menanyakan: akses jalan, alamat dan kontak tempat wisata, tempat hotel dan penginapan, dan data lainnya. Padahal, pihak Disparbud Kota Bandung, Kab. Bandung, dan Kab. Bandung Barat bisa lebih memaksimalkan jalur media informasi, baik media konvensional maupun media online.
Permasalahan lainnya untuk sentra informasi. Ketika wisatawan menghadapi masalah, harus mengadu kepada siapa? Di kawasan Bandung belum ada pos pengaduan khusus yang benar-benar bisa membuat wisatawan nyaman dan aman saat memberikan laporan. Tak aneh bila menghadapi masalah saat berwisata, misal saat karcis atau tarif parkir melonjak, dari biasanya, ujung-ujungnya curhat di media sosial. Padahal pihak terkait bisa memaksimalkan keberadaan pos pengaduan wisata di beberapa titik objek wisata.
Beruntunglah, di Bandung banyak pegiat wisata (netizen dan pengelola tempat wisata) yang membagikan informasinya di blog, website, atau media sosial. Ini sebetulnya potensi bagi pihak pemerintah daerah sendiri untuk merangkul mereka. Dengan demikian, ada juru pemberi informasi yang tidak terlalu mengandalkan dari pihak pemerintah. Apalagi di zaman serba internet sekarang, kesempatan untuk membuka informasi dengan konsep netizen, blogger, atau vlogger sangat terbuka.
6. Pungutan Liar
Kejadian wisatawan yang bayar retribusi selangit di tempat wisata Geopark Pasir Pawon (Stone Garden) Cipatat, Padalarang, bisa menjadi cermin. Bukan tak mungkin di tempat wisata lainnya pun terjadi seperti demikian, namun kurang terekspose. Inilah yang harus dibenahi karena hadirnya pihak lain yang memanfaatkan ramainya tempat wisata. Bukan hanya retribusi masuk, juga urusan biaya bayar parkir yang kadang tidak sesuai alias jadi melambung. Karena hal ini kadang bikin kapok para wisatawan dan image tempat wisata jadi ikut tercoreng.
Beberapa permasalah lain yang kerap menjadi keluh kesah wisatawan adalah: fasilitas di tempat wisata yang kurang representatif seperti sarana area parkir, musala terlalu kecil, tempat kurang ramah anak, lokasi tidak mendukung bagi wisatawan difabel, hingga kurang terawatnya fasilitas di tempat wisata (kotor, lapuk, dll).
Kota Bandung Masih Jadi Barometer Wisata
Adapun berdasar survei di lapangan, tingkat pembenahan dan inovasi tempat wisata masih dikuasai Kota Bandung. Untuk Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat, wisatawan masih menganggap tempat wisata di kedua wilayah tersebut masih autopilot. Walaupun ada penataan atau inovasi, baru terlihat oleh inisiatif pengelola wisata alias peran pemerintah daerah masih kurang.
Tak dapat dipungkiri, sosok Ridwan Kamil untuk perkembangan wisata Kota Bandung memberi peran penting. Apalagi tingkat interaksi dan komunikasi Ridwan Kamil didukung pula dengan aktivitasnya di media sosial (Instagram, Twitter, Facebook). Bahkan, Ridwan Kamil pun kadang ikut serta secara langsung mempromosikan wisata di wilayahnya. Beda halnya dengan kedua wilayah tetangga Kota Bandung, jangankan wisatawan luar, warganya sendiri masih bingung bagaimana untuk bisa berinteraksi dan berkomunikasi langsung via medsos.
Itulah secara tidak langsung harapan warga dan wisatawan, bahwa pemimpin dan jajarannya sudah semestinya "show" di media internet. Sudah bukan zamannya berpromosi atau koar-koar tentang program hanya mengandalkan media konvensional (surat kabar cetak, baliho/spanduk, atau selebaran). Media internet sekarang bisa menjadi solusi alternatif bagi unjuk giginya potensi wisata juga informasi perkembangan suatu daerah.
Bandung Kota Selfie
Apalagi khususnya di media sosial, terangkatnya pamor suatu tempat wisata tak dapat dilepaskan dari budaya para pengguna internet/netizen berswa foto (selfie) dengan latar tempat wisata. Dan inilah yang menyebar secara viral hingga kemudian memancing pengguna internet lain penasaran untuk berkunjung ke tempat wisata yang lagi tren di medsos tersebut.
Inilah sebenarnya peluang yang seyogianya cepat ditangkap oleh pihak terkait. Bukannya kurung batokeun (stagnan), gaptek, atau malah antipati terhadap media intenet. Informasi sekarang ini ada dalam genggaman berupa smartphone dimana arus informasi terus update setiap jam bahkan setiap menit.
Untuk mengetahui info terkini seputar situasi lalu lintas, lokasi banjir, dan hal lainnya
yang terjadi di seputaran Bandung, silakan pantau akun Twitter
0 Response to "Inilah Beberapa Permasalahan Wisata di Bandung"
Posting Komentar