Tak sedikit buku yang membahas Bandung dari sudut sejarah dan perkotaan. Namun, buku yang mengangkat kisah kepahlawanan zaman perjuangan rasanya amat jarang kita temui. Salah satu buku yang mengisahkan para pejuang zaman penjajahan adalah Tiada Berita dari Bandung Timur yang merupakan otobiografi R. Jus Rusady Wirahaditenaya. Ayahanda dari artis Paramitha Rusady dan Ully Sigar Rusady ini mengisahkan tentang masa perjuangan kemerdekaan dulu di Front Bandung Timur.
Pengalaman heroik ini ditulis bak buku harian oleh Pak Rusady. Dalam prakata disebutkan bahwa penulisan buku ini tidaklah mudah. Banyak informasi dan data yang harus dikumpulkan agar data yang disampaikan dalam buku akurat. Pencarian informasi dan data ini dengan mendatangi instansi terkait dan rekan-rekan seperjuangan Pak Rusady juga para keluarga kawan-kawannya tersebut.
Sekelumit Pertempuran di di Bandung Timur
Cetakan pertama buku ini diterbitkan pada November 2010 oleh penerbit PT Luxima Metro Media & USR Associates. Pendistribusiannya sendiri dilakukan oleh Yayasan Garuda Nusantara, pimpinan Ully Sigar Rusady (sekarang dikenal dengan Ully Hary Rusady). Mulanya, buku ini dicetak untuk kalangan terbatas yang dibagikan kepada mantan anggota Batalyon 33 Pelopor. Tulisan ini merupakan sekelumit bagian sejarah Sektor Bandung Timur dalam perjuangan tahun 1945, yaitu sejak Proklamasi hingga Agresi Militer I. Dalam buku ini dikisahkan perjuangan Batalyon 33 Pelopor, khususnya Resimen Sukapura, Divisi III Siliwangi.
Kebetulan waktu itu mendapat tugas mempertahankan Front Bandung Timur. Dalam buku ini terdapat kata sambutan dari Letjen Purn. TNI AD Rais Abin (Ketua Umum LVRI), Mayjen Purn. TNI AD RHA Saleh (Mantan Kapuscadnas Hankam), kawan sepejuangan Prof. Sudjoko, Ph. D. (Guru Besar ITB dan Mantan Kepala Bagian Intendans Batalyon 33 Resimen Pelopor), Mayjen Purn. TNI AD Edi M. Achir (Mantan Wakil Kepala Perhubungan Batalyon 33 Resimen Pelopor), dan Kolonel Purn. TNI AD Loekito Santoso (Mantan Wakil Kepala Penyelidik Batalyon 33 Resimen Pelopor).
Cetakan pertama buku ini diterbitkan pada November 2010 oleh penerbit PT Luxima Metro Media & USR Associates. Pendistribusiannya sendiri dilakukan oleh Yayasan Garuda Nusantara, pimpinan Ully Sigar Rusady (sekarang dikenal dengan Ully Hary Rusady). Mulanya, buku ini dicetak untuk kalangan terbatas yang dibagikan kepada mantan anggota Batalyon 33 Pelopor. Tulisan ini merupakan sekelumit bagian sejarah Sektor Bandung Timur dalam perjuangan tahun 1945, yaitu sejak Proklamasi hingga Agresi Militer I. Dalam buku ini dikisahkan perjuangan Batalyon 33 Pelopor, khususnya Resimen Sukapura, Divisi III Siliwangi.
Kebetulan waktu itu mendapat tugas mempertahankan Front Bandung Timur. Dalam buku ini terdapat kata sambutan dari Letjen Purn. TNI AD Rais Abin (Ketua Umum LVRI), Mayjen Purn. TNI AD RHA Saleh (Mantan Kapuscadnas Hankam), kawan sepejuangan Prof. Sudjoko, Ph. D. (Guru Besar ITB dan Mantan Kepala Bagian Intendans Batalyon 33 Resimen Pelopor), Mayjen Purn. TNI AD Edi M. Achir (Mantan Wakil Kepala Perhubungan Batalyon 33 Resimen Pelopor), dan Kolonel Purn. TNI AD Loekito Santoso (Mantan Wakil Kepala Penyelidik Batalyon 33 Resimen Pelopor).
Buku dengan tebal 211 halaman ini diluncurkan pada 27 September 2010 di Gedung Indonesia Menggugat. Pada bab awal menceritakan pemuda pejuang yang bermarkas di Jalan Raden Dewi Sartika (Kautamaan Istri) yang dipimpin Simon Lumban Tobing. Bagaimana pasukan ini bertempur dengan Jepang di PTT, Balai Besar Kereta Api, Pabrik Senjata dan Mesiu di Gudang Utara (Kosambi), hingga pertempuran di daerah Tegallega. Kisah heroik ini juga dipaparkan saat melawan pasukan Gurkha di kompleks Stasiun Kereta Api Bandung hingga jembatan Viaduct. Juga bagaiman kisah pertempuran di Cicadas (depan bioskop Luxor/Nirwana). Juga kisah Pos Palang Merah di Jalan Pungkur.
Buku ini dilengkapi juga dengan gambar ilustrasi masa-masa perjuangan. Namun sayang, kualitasnya tidak semua bagus. Namun, untuk isi, pembaca bisa dibawa pada gambaran perjuangan di Bandung masa penjajahan. Misalnya pertempuran di Lengkong dimana sekutu bermarkas di Hotel Savoy Homann. Ketika operasi ke daerah Lengkong, di Cikawao pertempuran hebat itu terjadi. Sekarang monumennya ada di depan toko bolu kukus Amanda (pertigaan).
Tentunya kisah menarik lainnya adalah mengenai peristiwa Bandung Lautan Api. Dari bulan Desember 1945 hingga Februari 1946 pertempuran tiada henti, terutama di sepanjang garis demarkrasi (rel kereta api) yang membelah Bandung utara dan selatan. Pertempuran terbesar juga terjadi di Jalan Fokkersweg (sekarang Jalan Garuda). Pada masa ini, pihak Inggris menginginkan Bandung dikosongkan dalam radius 11 km. Ini dikarenakan pihak Inggris berang atas meletusnya perlawanan-perlawanan dari para pejuang. Maka, demi kepentingan diplomasi pemerintah Indonesia, kehendak ini pun dilaksanakan. Maka pengungsian pun terjadi. Di sinilah kisah bagaimana para pejuang memilih membakar Kota Bandung untuk mencegah dimanfaatkan oleh musuh.
Berikutnya, buku ini mengisahkan bagaimana para pejuang Batalyon 1 Pelopor dipindahkan ke Bandung Timur. Markas Resimen ditempatkan di Cileunyi dan Batalyon di sebuah sekolah di Rancaekek. Di sini diceritakan bagaimana masing-masing bagian bekerja, dari bagian logistik yang harus membeli bahan makanan dari Majalaya hingga bagian bengkel dan angkutan. Pada kisah selanjutnya juga diceritakan bagaimana pertempuran di Jamaras, Sukamiskin, Cipadung, Cilameta, Gedebage dan Pasar Ujungberung. Juga kisah pertempuran laskar Hisbullah di daerah Buah Batu. Kisah menarik lainnya juga disajikan dalam buku ini, bagaimana kisah asmara penulis dengan calon istrinya. Hingga penangkapan dan pembuangan ke penjara Nusa Kambangan.
Mungkin buku ini akan lebih menarik jika Anda ingin membaca langsung. Dari beberapa informasi yang didapat, bagi yang ingin mendapatkan buku ini bisa menghubungi Yayasan Garuda Nusantara yang berlamat: di Jln. Darmawangsa X 1, Melawai, Kebayoran Baru. Telp. (021) 7211106 juga bisa melalui e-mail adella_rusady@yahoo.ca atau HP 0811 909 011.
0 Response to "Membaca Kisah Heroik Buku "Tiada Berita dari Bandung Timur""
Posting Komentar