Pada Maret 2014, Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, mengatakan peristiwa Bandung Lautan Api yang selalu diperingati oleh warga Kota Bandung setiap menjelang 24 Maret harus menjadi hari nasional. Dia mengatakan keinginan itu merupakan aspirasi warga Kota Bandung. Untuk langkah nyata mewujudkan peristiwa Bandung Lautan Api menjadi hari nasional, Ridwan akan berencana menggelar beberapa kajian bersama ahli sejarah. Ke depan, hasil kajian tersebut akan diajukan ke pemerintah pusat sebagai bahan penguatan. Kriteria pengajuan peristiwa Bandung Lautan Api menjadi hari nasional, mungkin saja sama dengan pengajuan usul pahlawan nasional.
Bandung Lautan Api sendiri merupakan peristiwa heroik pada pejuang nasional dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah pihak Indonesia mengosongkan dan kemudian membumihanguskan Bandung Selatan, Bandung terbakar hebat dari batas timur Cicadas sampai batas barat Andir. Satu juta jiwa penduduknya mengungsi ke luar kota pada tanggal 23 dan 24 Maret 1946. Meninggalkan Bandung yang telah menjadi lautan api. Sementara itu, benteng NICA di Dayeuhkolot, Bandung Selatan dikepung oleh para pejuang Bandung.
Kemudian muncul pemuda bernama Muhammad Toha yang berjibaku untuk menghancurkan gudang mesin dengan membawa alat peledak. Gudang milik NICA itu hancur dan Toha gugur menunaikan tugasnya. Pembumihangusan Bandung tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena kekuatan TKR dan rakyat tidak akan sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar. Selanjutnya TKR bersama rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini melahirkan lagu "Halo-Halo Bandung" yang bersemangat membakar daya juang rakyat Indonesia.
Bandung Lautan Api kemudian menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembakaran itu. Banyak yang bertanya-tanya darimana istilah ini berawal. Almarhum Jenderal Besar A.H Nasution teringat saat melakukan pertemuan di Regentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, untuk memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris.
Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas (Bandung sebelah timur) sampai dengan Cimindi (kawasan Bandung sebelah barat).
Bandung Lautan Api sendiri merupakan peristiwa heroik pada pejuang nasional dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah pihak Indonesia mengosongkan dan kemudian membumihanguskan Bandung Selatan, Bandung terbakar hebat dari batas timur Cicadas sampai batas barat Andir. Satu juta jiwa penduduknya mengungsi ke luar kota pada tanggal 23 dan 24 Maret 1946. Meninggalkan Bandung yang telah menjadi lautan api. Sementara itu, benteng NICA di Dayeuhkolot, Bandung Selatan dikepung oleh para pejuang Bandung.
Kemudian muncul pemuda bernama Muhammad Toha yang berjibaku untuk menghancurkan gudang mesin dengan membawa alat peledak. Gudang milik NICA itu hancur dan Toha gugur menunaikan tugasnya. Pembumihangusan Bandung tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena kekuatan TKR dan rakyat tidak akan sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar. Selanjutnya TKR bersama rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini melahirkan lagu "Halo-Halo Bandung" yang bersemangat membakar daya juang rakyat Indonesia.
Bandung Lautan Api kemudian menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembakaran itu. Banyak yang bertanya-tanya darimana istilah ini berawal. Almarhum Jenderal Besar A.H Nasution teringat saat melakukan pertemuan di Regentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, untuk memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris.
Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas (Bandung sebelah timur) sampai dengan Cimindi (kawasan Bandung sebelah barat).
0 Response to "Mewujudkan Peristiwa Bandung Lautan Api Menjadi Hari Nasional"
Posting Komentar